Penulis jelaskan
melalui tulisan kepada Danrem 172 Jayapura supaya penolakan undangan itu tidak
disalah mengerti atau tidak disalahtafsirkan dari para pengundang dan juga para
pembaca artikel ini.
Hari ini, Jumat, 19
Juni 2020 jam 12.00, saya mendapat pesan singkat ini.
"Selamat siang
pak pdt saya Martinus babinsa Kòramil Abepura ada undangan dari Korem 172 /PWY.
Terima kasih."
Saya langsung
telepon pak Marthinus dan menyapaikan pesan singkat:
"Selamat siang
pak Marthinus. Bawa kembali surat itu. Kembalikan kepada pak Danrem. Saya tidak
sama level dengan kalian."
Para pembaca tentu
mempunyai berbagai kesan dari pernyataan ini bahwa Gembala Dr. Socratez S.Yoman
seperti orang angkuh, sombong, tidak etis, tidak menghormati undangan orang dan
tidak seperti seorang pemimpin rohani.
Para pembaca yang
mulia dan terhormat. Alasan mendasar saya menolak surat undangan ialah
sederhana saja.
"Manusia tidak
ada level atau tidak layak berbicara dengan MONYET, Separatis, Makar, KKB dan
Tikus-tikus."
Rakyat dan bangsa
saya direndahkan martabat mereka dengan disebut MONYET, Separatis, makar, KKB,
dan tikus-tikus, maka sudah saatnya saya harus mengambil jarak antara MANUSIA
dan HEWAN karena level hewan dan manusia tidak sama.
RASISME dan
KETIDAKADILAN terus-menerus menimpa rakyat dan bangsa saya, maka sudah saatnya
saya mengambil jarak antara Anda sebagai MANUSIA dan saya sebagai MONYET.
Para pendatang
sebagai pemukim di atas Tanah leluhur rakyat dan bangsa West Papua, Anda perlu
mengetahui bahwa kami sudah sadar dan mengerti bahwa bangsa Indonesia tidak ada
rasa terima kasih dan rasa malu dengan tuan TANAH, pemilik TANAH. Anda sudah
berani melawan dan merendahkan martabat kami. Karena Indonesia anggap kami
MONYET.
Contoh terbaru:
Pernyataan provokatif dari Ketua Lintas Paguyuban Nusantara Provinsi Papua,
Saudara Haji JunaedibRahim. "Lintas Paguyuban Nusantara Provinsi Papua
menyatakan sikap tegas menolak berbagai upaya untuk membebaskan tanpa syarat
tujuh orang tersangka otak kerusuhan dan pelaku makar tahun 2019
yang saat ini sedang dalam proses hukum apabila akhirnya dinyatakan terbukti
bersalah. Selain itu, Lintas Paguyuban Nusantara meminta penegak hukum
benar-benar membedakan istilah tahanan politik dengan perilaku kriminal,
pembuat kerusuhan dan pelaku makar."
"Pada
kesempatan konperensi pers Lintas Paguyuban Nusantara yang bertemakan
“Melawan Lupa” membeberkan kembali serangkaian peristiwa
kekerasan melawan hukum dan bertentangan dengan hak asasi manusia yang
terjadi antara lain pada 29 Agustus 2019 dimana terjadi penyerangan,
pembakaran, pengusiran dan pembunuhan keji di Wamena, ibukota Kabupaten
Jayawijaya. Pada 23 September 2019 terjadi peristiwa kekerasan di Ilaga,
Kabupaten Puncak dan pada 25 September terjadi pembakaran pasar di
Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang serta tragedi kemanusian
lainnya."
Pertanyaan yang
perlu dijawab oleh Lintas Paguyuban Nusantara ialah Siapa yang sebenarnya
merancang (design) berbagai kerusuhan di West Papua yang sudah diuraikan dengan
baik oleh Ketua Lintas Paguyuban Nusantara Provinsi Papua, Saudara Haji Junaedi
Rahim?
Para pendatang
sebagai pemukim di Tanah West Papua perlu tahu dan sadar bahwa kesuruhan di
Papua ini hal baru, cara baru, metode baru dan siasat baru bagi orang asli
Papua. Karena, orang asli Papua sejak leluhur dan nenek moyang selalu jaga dan
pelihara Tanah Papua sebagai rumah dan mama mereka dengan penuh keharmonisan
dan kedamaian.
Para MONYET korban
rasisme 7 orang ditangkap dengan tuduhan makar dan dihukum berat. Tetapi
MANUSIA yang tergabung dalam Barisan Merah Putih, Paguyuban Nusantara yang
menewaskan Marselino Samon (15 tahun) pelajar SMP Kelas 3 pada 29 Agustus 2019;
Evert Mofu (21 tahun), penjaga gudang kontainer pada 29 Agustus 2019; Maikel
Kareth (21 tahun) mahasiswa Uncen pada 31 Agustus 2019; Oktovianus Mote (21
tahun) mahasiswa STIKOM Muhamadiah pada 30 Agustus 2019 BELUM DITANGKAP.
Kemudian Basoka Logo yang ditangkap pada 15 Agustus 2019 juga tidak didukung
dengan alat bukti kuat, tapi masih ditahan.
Penulis ingatkan
MANUSIA-MANUSIA Indonesia, Anda sendiri sudah pisahkan kami sebagai MONYET,
maka MANUSIA dan MONYET tidak sama levelnya dan tidak sama derajatnya, maka
MANUSIA dengan MONYET tidak bisa hidup bersama. Anda sudah pisahkan kami.
Jangan Anda salahkan kami.
"SAYA SUDAH
SEKOLAH. INI RESISTENSI SAYA DENGAN CARA TERBUKA DAN TERHORMAT."
Jumat, 19 Juni 2020
0 Komentar